Pelaku Money Politic terancam pidana?

Semarang - Pesta demokrasi pemilihan kepala daerah secara langsung sudah dilaksanakan sejak tahun 2007, sebagaimana amanat UU Nomor 22 Tahun 2007. Setiap penyelenggaraan pilkada dari awal sampai sekarang selalu dibumbui dengan praktik money politic yang dilakukan oleh para kontestan, dan memang perilaku tersebut sudah dianggap lumrah bahkan suatu keharusan yang membudaya. Ini adalah kenyataan yang harusnya kita sadari mengapa cost politic pemilu kita sangat mahal, sehingga implikasinya adalah pemimpin yang terpilih sudah pasti menyalahgunakan kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan dari proyek-proyek dan kreativitas deal-deal lainnya.

Pilkada tahun 2018 serentak yang dilaksanakan pada tanggal 27 juni akan segera digelar, pertanyaannya apakah pilkada nanti bebas dari praktik money politic? Sesuai dengan UU nomor 10 tahun 2016 telah tertulis jelas dalam pasalnya bahwa bagi pemberi dan penerima money politic dapat dikenakan hukuman pidana minimal 3 tahun. Indonesia sebagai negara hukum, keberadaan undang-undang pilkada yang baru ini pastinya memberikan angin baik bagi keberlangsungan pesta demokrasi kedepannya. Pertanyaannya apakah dapat diterapkan dan bagaimana? Ini tantangan berat bagi institusi pengawas pemilu dan jajarannya.

Money politic adalah perilaku kotor, dan Indonesia tidak akan sampai pada cita-cita nya jika perilaku kotor dalam pemilu ini tidak segera dihilangkan. Pilkada adalah proses suci, pemimpin yang akan terpilih nantinya haruslah benar orang suci yang pundaknya siap memanggul amanah dari jutaan pemilihnya.

Oleh karena itu kita dorong penerapan sangsi pidana sesuai dengan UU nomor 10 tahun 2016 dapat dilaksanakan secara konsisten dan tanpa pandang bulu, jika memang terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan praktik money politic. 

Institusi pengawas pemilu dalam hal ini bawaslu harus kerja keras, dan sosialisasi pemidanaan bagi pelaku praktik money politic harus digerakan secara masif dimasyarakat sehingga timbul kesadaran hukum untuk menolak money politic.  

Tidak hanya itu saja ajakan partisipasi masyarakat sangatlah diperlukan dalam membantu pengawasan pemilu, namun lebih diperlukan lagi adalah perlindungan hukum bagi masyarakat yang aktif dalam pengawasan, jangan sampai ada kasus masyarakat yang berani melaporkan justru terjerat hukum sendiri, karena menjadi penghambat niat jahat praktik money politic, sehingga masyarakat menjadi acuh untuk berpartisipatif dalam pemilu selanjutnya.

Penulis : Budi Nur Hadi Wibowo, S.IP (Penggiat Gerakan Anti Money Politic Jawa Tengah)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.