eSkaPe ingatkan Pemerintah agar Pertamina stop impor katalis, awas korupsi!

Kilang minyak PT Pertamina. Pengolahan minyak membutuhkan katalis. @foto: dok.setkab

LENSAINDONESIA.COM: Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe) mengingatkan kepada Pemerintah agar PT Pertamina menghentikan impor katalis. Pasalnya, kebijakan impor selama 20 tahun itu cenderung pemborosan besar dan diduga berpelung terjadi kebocoran keuangan negara.

Ironisnya, belakangan malah ada agenda roadshow luar negeri ke pabrik katalis yang dilakukan Direktur Pengolahan Pertamina Toharso bersama rombongan timnya. Antara lain ke Jepang, Jerman, Yunani, dan Amerika.

“Ini menjadi bukti adanya pemborosan ditengah Pertamina dirundung labanya anjlok,” kritik Ketua Umum eSPeKaPe, Binsar effendi Hutabarat dalam keterangan elektroniknya kepada LENSAINDONESIA, Selasa (10/10/2107).

Laba yang anjlok itu, jelas Binsar Effendi, pada kuartal I 2017 mencatatkan laba bersih US$ 760 juta atau Rp 9,88 triliun, ternyata merosot 25% dibandingkan periode yang sama di tahun 2016. Yakni, US$ 1,01 miliar alias Rp 13,13 triliun. Artinya, lama merosot Rp2,5 triliun.

Binsar Effendi sangat menyesalkan jika Pertamina tidak mencerminkan semangat Presiden Joko Widodo dalam mengefektifkan penggunaan keuangan negara, terbukti tidak lagi sensitif dengan keprihatinan adanya laba perusahaan yang anjlok.

Padahal kemorosotan laba itu, lanjut Binsar, disebabkan Indonesia crude price (ICP) mengalami kenaikan, dimana pada kuartal I-2016 rata-rata ICP adalah US$ 30,32 per barel jika dibandingkan kuartal I-2017 yang naik ke US$ 51 per barel alias naik 69%, sehingga membuat laba bersih Pertamina turun 25%.

“Sedangkan semua katalis itu bukan barang baru, sudah dipakai Pertamina sejak sekitar 20 tahun lalu. Sehingga kami, eSPeKaPe mendesak Pertamina hentikan impor katalis,” tegas Binsar yang juga Ketua Umum (Ketum) Komunitas Keluarga Besar Angkatan 1966 (KKB ‘66).

Binsar tidak menampik bahwa kebutuhan katalis semakin meningkat pasca kilang Residual Fluid Catalytic Cracker (RFCC) Cilacap, maupun jika Kilang Langit Biru Cilacap sudah selesai dari konstruksinya.

Yang jadi tanda tanya besar, menurut Ketua Umum eSPeKaPe, kenapa harus terus impor katalis? Padahal, kata dia, di dekat kilang Balongan, Jawa Barat ada pabrik katalis PT Indopatama di Jl. Raya Majakerta Km 12, yang saat ini seperti sengaja dibiarkan mangkrak tidak beroperasi. Ironis, uang negara terus dihamburkan belanja impor ke luar negeri. Tapi, ada pabrik katalis di depan mata atau di dalam negeri, malah “dicuekin”.

“Mengapa Pertamina tidak mengambil alih saja pabrik katalis tersebut. Sehingga, kebutuhan katalis yang semakin meningkat itu dapat terpenuhi sendiri, tanpa ketergantungan pada produk katalis impor,” imbuh Binsar, tanda tanya besar.

Binsar Effendi mengaku sejalan dengan pemikiraan cerdas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, bahwa Pertamina jangan terlalu manja dan minta keistimewaan terus. Artinya, tidak berimbang melakukan perbaikan dan perubahan terhadap proses bisnisnya supaya lebih efisien.

Kebijakan Pemerintah Presiden Jokowi yang diarahkan untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan menerapkan harga jual BBM yang sama di seantero pelosok tanah-air, Binsar mengingatkan Pertamina seharusnya cekatan mengimbangi secara profesional.

“Serta terkait dengan harga minyak dunia merangkak naik, namun oleh Pemerintah tetap tidak akan menaikkan harga BBM penugasan dan subsidi. Itu suatu keniscayaan, dan tak perlu lagi Pertamina mengeluhkan,” tegas dia.

Binsar menyontohkan pada era dirinya masih aktif bekerja di Pertamina, tidak pernah merasa berkeluh kesah dengan Pemerintah menetapkan harga BBM yang sama di seluruh Indonesia.

Malahan, lanjut dia, dari keuntungan akibat oil booming pada tahun 1973 / 1974, hasilnya Pertamina bisa kontribusikan ke negara untuk membangun puluhan ribu gedung Puskesmas beserta dokter bantunya, berpuluh ribu gedung SD Inpres beserta guru honorirnya dan beribu Pasar Inpres yang terbangun untuk memperkuat pedagang lemah dan usaha kecilnya.

Ironisnya lagi, sekarang justru berbalik paradoks. Pasalnya, menurut Ketua Umum eSPeKaPe, fakta integritas pengabdian semakin jauh dari sentuhan jati diri Pertamina saat didirikan oleh para founding fathersnya.

“Nampaknya sekarang ini, yang dikejar bukan hanya profit karena Pertamina sudah beralih status menjadi perseroan,” ungkap Binsar.

Sejalan dengan itu, menurut dia, rasanya juga diperlukan untuk mengejar “fee” guna memenuhi kepentingan pribadi-pribadi dan kelompoknya. “Maka tidak salahnya jika oleh publik, Pertamina itu dijadikan bancakan para elitenya. Menjadi kuda troya dan sarangnya oknum koruptor,” pungkas Binsar Effendi. @licom_09

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.