Komisi II DPR RI minta masukan Pemprov Jatim matangkan Perppu Ormas jadi UU

LENSAINDONESIA.COM: Komisi II DPR RI menggali masukkan terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017. Salah satunya meminta masukkan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Masukkan ini sedianya digunakan oleh para wakil rakyat sebelum Perppu tersebut ditetapkan menjadi undang-undang. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fandi Utomo menilai perlu menggali masukan dari pemerintah daerah sebab ada beberapa Ormas yang hanya tercatat di tingkat pemerintahan daerah.

“Setidaknya sekitar ada 349 ribu ormas yang ada di Indonesia. Juga ada 3 ribu lebih yang hanya terdaftar di Pemprov Jatim dan 7 ribu ormas yang hanya terdaftar di level pemkab/pemkot. Selain itu ada 6 Ormas yang tidak terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM,” ungkap Fandi ditemui di kantor Gubernur Jatim, Kamis (5/10/2016).

Kata Fandi, Komisi II merasa perlu untuk menggali semua suara yang masuk agar nantinya Perppu No 2 Tahun 2017 ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Jawa Timur.

Sementara dalam dinamika pembahasan Perppu tersebut di DPR, mulai dapat dilihat dari permintaan penjelasan tambahan kepada Pemerintah atas penjelasan yg sudah diberikan oleh Pemerintah kepada DPR, beberapa waktu lalu. Permintaan penjelasan tambahan itu dijelaskan oleh Fandi terkait sejumlah hal.

Setidaknya beberapa poin penting dalam Perppu No 2 tahun 2017 yang patut jadi perhatian khusus ini. Karena, beberapa masukkan dari masyarakat yang diterima oleh DPR. Pertama, terkait proses hukum yang diberlakukan kepada ormas yang melanggar. Di UU 17 Tahun 2013, bagi ormas yang melanggar, pemerintah yang membawa ke pengadilan.

Kemudian, pembubarannya setelah ada putusan dari pengadilan. Sementara, di Perpu Nomor 2 Tahun 2017, ketika ada ormas yang melanggar, pemerintah bisa langsung membubarkan dan baru diberikan kesempatan untuk menempuh jalur pengadilan.

“Pendekatan yang gunakan dua perangkat hukum ini berbeda. Pada UU 17 tahun 2013, pendekatan yang digunakan lebih kepada pembinaan dan implementasi Pasal 28 UUD 1945. Sedangkan, pada Perpu nomer 2 tahun 2013, pendekatanya lebih pada kedulatan negara,” ungkap politisi Partai Demokrat ini.

Anggota DPR RI asal Dapil Jatim 1 (Surabaya-Sidoarjo) ini menambahkan ormas yang seharusnya menjadi wadah atau sarana pembinaan kolektif Civil Society, dalam Perppu ini ormas dapat dipandang pula sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara, Pancasila dan Binneka Tunggal Ika.

Kemudian terkait sanksi pidana, dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017, sanksi pidana ini melekat kepada seluruh anggota ormas yang melanggar itu tidak terbatas pada pimpinan ormas saja.

Misalnya, masih kata Fandi, ada ormas yang memiliki anggota seribu orang, maka ketika ormas tersebut dinyatakan melanggar dan dilarang maka sanksi pidana ini berlaku kepada seribu orang anggota tersebut.

Selanjutnya, terkait kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang disebut dalam Perpu tersebut. Termasuk didalamnya yang sangat penting adalah soal interprestasi Pancasila sesuai yang disebut dalam Pasal 59 angka 4 Huruf C.

“Ada frasa tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pernyataaan bertentangan Pancasila ini kan sesuatu yang tidak oprasional karena Pancasila ini sumber hukum atau dalam dalam filsafat adalah sesuatu yang bersifat ontologis. Dia tidak bisa ketemu aksiologinya kalau tidak diturunkan,” jelasnya.

Dalam Perppu ini, ada dua kementerian ini  yang bisa menginterpretasikan Pancasila. Padahal, sebelumnya ada lembaga yang bernama BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), kemudian lembaga ini dibubarkan karena dianggap menjadi interpretator tunggal [email protected]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.