Terancam hukuman mati, Aman Abdurrahman, 'otak serangan Thamrin,' menolak didampingi pengacara

Terancam hukuman mati, Aman Abdurrahman, 'otak serangan Thamrin,' menolak didampingi pengacara
Aman Abdurrakhman Hak atas foto AFP/Gettys

Terdakwa perkara serangan teror di kawasan Thamrin, Jakarta, Aman Abdurrahman, menjalani sidang pertama tanpa penasehat hukum.

"Saya maju sendiri," ujarnya kepada majelis hakim, seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia, Abraham Utama.

Majelis hakim menyebut Aman harus didampingi penasehat hukum, karena ancaman penjara untuk perkara yang didakwakan kepada Aman, lebih dari 15 tahun.

Namun Aman tetap berkeras menghadapi proses persidangan sendiri.

"Saya pribadi tidak akan menunjuk (pengacara). Kalau pengadilan mau menunjuk penasehat hukum silakan, tapi saya tidak akan tanda tangan," ujar Aman.

Majelis hakim menyatakan, terdakwa kasus pelatihan teror di Aceh yang kini mendekam di LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah itu tidak perlu menandatangani dokumen apapun soal penasehat hukum.

Seorang advokat dari Tim Pembela Muslim yang dihubungi jaksa penuntut umum, kemudian dipersilakan mendampingi Aman.

Hak atas foto AFP/Gettys Image caption Aman Abdurrakhman dan deretan kursi penasihat hukum yang kosong.

Sepanjang persidangan, yang sepi pengunjung, Aman berbicara dalam kalimat-kalimat pendek. Matanya selalu menatap tajam kepada tim jaksa penuntut umum dan majelis hakim.

Aman bahkan tidak berkomunikasi dengan Asludin Hatjani, penasehat hukum dari Tim Pengacara Muslim yang ditunjuk pengadilan. Asludin langsung meninggalkan pengadilan usai hakim menutup sidang, sementara Aman digelandang ke ruang terdakwa.

Image caption Empat warga biasa tewas akibat serangan teroris di kawasan Sarinah, Jakarta, pada 14 Januari 2016.

Menurut jaksa dalam dakwaannya, sejak tahun 2008, Aman Abdurrahman sering berceramah atau memaparkan kajian agama di berbagai kota, antara Jakarta, Surabaya, Lamongan, Balikpapan, dan Samarinda, yang antara lain menyatakan bahwa sistem demokrasi yang dijalankan Indonesia adalah berhala dan dapat membatalkan ke-Islaman seseorang.

"Muslim wajib melepaskan diri dari demokrasi," kata Aman, menurut jaksa.

Aman juga disebut memimpin baiat sejumlah pengikutnya di LP Nusakambangan, untuk berikrar kesetiaan pada ISIS. Jaksa mengatakan, konsekuensi dari baiat itu adalah mereka harus hijrah ke Suriah.

"Tapi jika tidak mampu, maka harus berjihad di negara masing-masing," kata Aman, menurut jaksa.

Aman Abdurrakhman sebetulnya hampir dibebaskan karena menerima remisi hari kemerdekaan dan menjalani pembebasan bersyarat, 17 Agustus lalu.

Namun empat hari sebelumnya polisi mengenakan sangkaan baru sebagai otak serangan bom Sarinah, Jakarta, Januari 2016, dan membawanya ke Markas Komando Brimob di Depok, Jawa Barat, sebelum kemudian dikirim ke Nusakambangan

Hak atas foto BBC Indonesia Image caption Aman ditangkap setelah sebelumnya hampir bebas karena mendapatkan remisi, tahun lalu.

Saat itu, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, menyebut kepolisian memang tidak ingin bersusah payah menangkap Aman lagi setelah pembebasan bersyarat. "Kalau dia bebas, nanti kami susah lagi mencarinya," ujarnya kepada BBC Indonesia.

Sejumlah orang telah divonis bersalah pada aksi teror di kawasan MH Thamrin, Jakarta, Januari 2016 yang menewaskan empat orang itu. Mereka yang sudah divonis ntara lain penyedia material bom, Dodi Suridi, yang dijatuhi masa penjara selama 10 tahun dan Ali Hamka, pemasok senjata api dan amunisi dengan empat tahun penjara.

Menurut catatan, Aman pertama kali dipenjara pada 2005. Kala itu ia divonis penjara selama tujuh tahun akibat kepemilikan bahan peledak. Setahun sebelumnya ia ditangkap setelah bom meledak di rumahnya di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Pada 2010, Densus 88 menangkap Aman atas tuduhan membiayai pelatihan kelompok teror di Jantho, Aceh Besar, kasus yang menjerat puluhan orang, termasuk Abu Bakar Ba'asyir.

Dalam kasus itu Aman divonis sembilan tahun penjara.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.