Brand-Brand Lawas Masih Harus Bekerja Ekstra Keras

Jakarta, Selular.ID – Akhir pekan lalu, saya menyempatkan diri berkunjung ke gerai Erafone di salah satu pusat perbelanjaan terkemuka, di Tangerang Selatan. Sebagai retailer smartphone multibrand, saat ini Erafone bisa dibilang paling popular. Dari sisi trafik, ia kelihatan mengungguli toko-toko ponsel modern lainnya.

Padahal satu dekade sebelumnya, Erafone yang merupakan brand dibawah Erajaya Group masih disebut sebagai anak bawang. Popularitasnya kalah jauh dibandingkan kompetitor lainnya, seperti Global Teleshop (Bimasakti), Okeshop (Trikomsel), Telesindo (Telesindo Group), atau Sentra Ponsel (Parastar).

Pengunjung yang datang ke Erafone, kebanyakan adalah mereka yang tak ingin berspekulasi dengan kualitas smartphone yang ingin dibeli. Lazimnya gerai modern lainnya, Erafone menawarkan produk resmi sekaligus bergaransi. Sehingga, konsumen tak perlu khawatir jika smartphonenya bermasalah di kemudian hari.

Inilah yang menjadi nilai jual Erafone, ditengah serbuan e-commerce, seperti Lazada, Tokopedia, Shopee, dan lainnya. Jajaran toko daring itu pelan-pelan menggerogoti pasar ritel ponsel konvensional.

Seperti Erafone lainnya, gerai ini juga menawarkan deretan smartphone terbaru dari brand-brand terkemuka. Seperti Samsung, Xiaomi, Huawei, Vivo, iPhone, LG dan Oppo. Tak ketinggalan juga brand-brand lawas yang kembali ke pasar Indonesia, sejak tahun lalu, seperti Motorola dan Nokia.

Selain dua brand lawas itu, entah mengapa Blackberry tak dijual di Erafone. Barangkali karena brand yang merupakan pelopor ponsel cerdas itu, produksinya dilakukan oleh pesaing Erajaya, yakni Telesindo Group milik pengusaha top Hengky Setiawan.

Sehingga, sampai saat ini, berbagai varian Blackberry, seperti Aurora yang sudah diproduksi di Indonesia, hanya dijual di gerai-gerai milik Telesindo.

Tentu saja kehadiran Motorola dan Nokia, memberikan kesempatan kepada konsumen untuk mencicipi smartphone dari dua brand yang pernah berjaya di Indonesia.

Dengan brand awarness yang terbilang masih cukup kuat, keduanya berpotensi untuk mengejar ketinggalan dari pemain-pemain yang sudah terbilang kuat bercokol. Seperti Samsung yang masih merajai pasar ponsel di Tanah Air, serta brand-brand asal China lainnya yang mulai memperoleh pangsa pasar yang signifikan.

Menurut penuturan salah seorang promotor Motorola, sejauh ini penjualan smartphone yang digawanginya itu terbilang cukup lumayan. Meski tidak menyebutkan jumlah, sehari-hari bisa terjual beberapa unit. Terlebih di akhir pekan, jumlahnya penjualan meningkat dibandingkan hari biasa.

Meski demikian, dalam hal kuantitas ia mengakui, jumlah tersebut masih kalah jauh dibandingkan dengan brand lain. Sebut saja Oppo atau Vivo. Perbandingannya bisa 1:3. Bahkan dengan Xiaomi atau Samsung, bisa 1:5.

“Kebanyakan pembeli Motorola adalah orang-orang yang sudah mengetahui brand ini. Umumnya konsumen memilih brand lain yang aktifitas pemasarannya tinggi terutama untuk mempopulerkan teknologi kamera yang banyak digandrungi”, ujarnya.

Dengan penjelasan singkat dari sang promotor, bisa disimpulkan brand-brand lawas seperti Nokia dan Motorola, harus bekerja ekstra keras, jika ingin kembali berjaya.

Pasalnya, demi memperoleh market share, pemain-pemain seperti Oppo dan Vivo tak segan menggelontorkan dana promosi yang gila-gilaan, lengkap dengan insentif menarik bagi toko yang menjadi mitra penjualan.

Harus diakui, pasar kini sudah berubah drastis. Pemain-pemain baru dengan cepat mengisi ceruk pasar dengan positioningnya yang semakin kuat menancap di benak konsumen.

Untuk bisa memenangkan persaingan, vendor dituntut untuk menciptakan beragam inovasi teknologi yang dibarengi dengan kreatifitas pemasaran.

Tanpa hal tersebut, mimpi bagi brand-brand lawas, seperti Blackberry, Nokia dan Motorola untuk kembali ke jajaran elit, hanya sekedar mimpi di siang bolong.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.