Pemilik Equanimity sambut baik keputusan penyitaan polisi Indonesia tidak sah

Pemilik Equanimity sambut baik keputusan penyitaan polisi Indonesia tidak sah
Equanimity, Bali Hak atas foto AFP Image caption Kapal Equanimity disita Kepolisian Indonesia atas permintaan badan penyidik federal Amerika Serikat, FBI.

Pemilik kapal pesiar mewah yang disita Kepolisian Indonesia saat berada di perairan Bali menyambut baik keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutuskan penyitaan tidak sesuai hukum.

Kapal Equanimity disita saat berlabuh di Pelabuhan Benoa pada 18 Februari lalu, sesuai dengan permintaan badan penyidik federal Amerika Serikat, FBI, yang sedang menyelidiki dugaan korupsi terkait badan investasi Malaysia, 1MDB.

Namun pemiliknya, pengusaha Malaysia, Low Taek Jho, menggugat penyitaan tersebut ke pengadilan di Indonesia, yang berpihak kepadanya.

Kapal pesiar mewah yang disita di Bali 'segera diserahkan' ke Amerika Serikat Pengusaha Malaysia kecam penyitaan kapalnya senilai Rp23 triliun di Bali oleh Polri dan FBI Pengusaha Malaysia yang terkait dengan skandal 1MDB 'menghilang'

"Insiden ini adalah contoh lain dari jangkauan global yang berlebihan dan tidak beralasan oleh pemerintah Amerika Serikat, yang terlalu ekstrim dan jauh untuk menyita aset di seluruh dunia dengan menghindar dari bukti-bukti bahwa ada kegunaan untuk kasusnya," seperti tertulis dalam pernyataan Equanimity (Cayman) Ltd, Rabu (18/04) yang dilaporkan situs berita Malaysia Today.

Sehari sebelumnya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan kapal seharga US$250 juta atau Rp3,5triliun itu seharusnya tidak disita karena tidak ada kejahatan yang terbukti.

Hak atas foto EPA Image caption Andy F Simangunsong (kanan), yang mewakili Equanimity (Cayman) Ltd memberikan keterangan kepada para wartawan.

Penasehat hukum Equanimity (Cayman) Ltd di Indonesia, Andy F Simangunsong, menjelaskan kepada BBC Indonesia bahwa yang mereka gugat adalah kerja sama antara otoritas asing berdasarkan UU No.1/2016 tentang Bantuan Timbal Balik dalam masalah Pidana atau Mutual Legal Assistant.

"Seharusnya permintaan tersebut bukan ditujukan ke Polri, tapi instansi peminta -dalam hal ini Amerika Serikat atau FBI- mengajukan permintaan kepada Kementrian Hukum dan HAM selaku otoritas sentral dalam mutual legal assistant. Nah di sini terjadi kekeliruan," jelas Simangunsong kepada wartawan BBC Indonesia, Liston P Siregar.

Lebih jauh lagi Simangunsong mengharapkan keputusan PN Jakarta Selatan bisa menjadi pedoman bagi pihak-pihak negara asing yang meminta bantuan hukum ke Indonesia.

"Bukan tidak boleh... ya boleh tapi ditujukannya tidak langsung kepada instansi yang diharapkan akan melakukan upaya hukum bersangkutan tapi diajukan kepada otoritas sentral Indonesia, yaitu Menteri Hukum dan HAM."

Simangunsong juga menyambut baik Kepolisian Indonesia yang menerima keputusan praperadilan tersebut karena tidak ada lagi proses hukum yang bisa ditempuh dan kini pihaknya menanti teknis pengembalian kapal.

"Beberapa hari ke depan seharusnya ada, dan kita akan perhatikan teknis-teknis pelaksanaanya," tutur Simangunsong.

Hak atas foto EPA Image caption Hakim tunggal Ratmoho di PN Jakarta Selatan berpendapat Kepolisian Indonesia bertindak melebihi wewenangnya saat menyita Equanimity.

Hakim Ratmoho menilai penyitaan kapal tak memiliki dasar hukum dan Kepolisian Indonesia bersalah serta harus mengembalikan kapal kepada pemiliknya.

"Kepolisian Indonesia bertindak melebihi wewenangnya. (Pengadilan) membatalkan penyitaan," putusnya.

Dan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (17/04) malam, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Rudy Heriyanto, menyatakan menerima keputusan tersebut.

Pada saat penyitaan akhir Februari lalu, polisi mengatakan akan menyerahkan Equanimity ke FBI namun keputusan praperadilan di PN Jakarta Selatan sudah final dan polisi akan mengembalikan kapal hampir sepanjang 100 meter itu.

Bocorkan info skandal 1MDB, anggota parlemen Malaysia dipenjara Gara-gara karikatur PM Najib Razak, seniman Malaysia divonis penjara Misteri hilangnya beberapa pegiat di Malaysia

Pihak berwenang Amerika Serikat menduga bahwa Equanimity dibeli dengan uang yang 'dicuri' dari 1MDB, badan investasi nasional yang didirikan oleh Perdana Menteri Malaysia, PM Najib Razak.

Beberapa ases lain yang diperkirakan milik Low Taek Jho -yang lebih dikenal sebagai Jho Low- dan berkaitan dengan dama 1MDB adalah sebuah pesawat pribadi, hotel, dan kompleks perumahn di New York.

PM Najib Razak -yang akan menghadapi pemilihan umum pada 9 Mei mendatang- sudah berulang kali membantah dugaan korupsi di 1MDB.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.