'Gado-gado' ala Jamie Oliver: Antara autentisitas dan mengenalkan masakan Indonesia

'Gado-gado' ala Jamie Oliver: Antara autentisitas dan mengenalkan masakan Indonesia
Gado-gado Jamie Oliver. Hak atas foto Instagram/@JamieOliver Image caption Gado-gado buatan Jamie Oliver yang mendapat banyak reaksi dari warganet.

Video pembuatan gado-gado oleh chef kenamaan Inggris, Jamie Oliver, mendapat reaksi ramai dari warganet yang merasa bahwa makanan yang diraciknya bukanlah gado-gado yang sebenarnya. Namun ada yang menyambutnya sebagai hal positif, karena makanan khas Indonesia itu mendapat publisitas dari seorang chef televisi di Inggris.

"Anda tak pernah melihat salad seperti ini," tulis chef Inggris, Jamie Oliver dalam unggahan di akun Instagram-nya.

"Inilah versi yang saya buat untuk salad Indonesia luar biasa, gado-gado. Gado-gado merujuk ke banyak sayur-sayuran musiman dan bahan yang digunakan, dan menjadikannya sesuatu yang berbeda di mana pun Anda berada dan pada musim berbeda!", Jamie Oliver menulis lagi.

Di unggahan Instagram, video itu sudah ditonton hampir 500.000 kali dengan lebih dari 1.200 komentar.

Sementara di Twitter, unggahan Jamie Oliver tersebut sudah disebarkan lebih dari 900 kali dan disukai lebih dari 2.000 kali.

Dalam video tersebut, bahan-bahan yang digunakan oleh chef televisi terkenal itu memang cukup untuk membuat orang yang terbiasa dengan gado-gado bertanya-tanya.

Mengapa tidak ada banyak makanan Yahudi di Israel? Tempe: 'Makanan ajaib' yang (masih) dianggap murahan di Indonesia

Ada sayur radish atau lobak mini yang rasanya tajam, lalu untuk bumbu kacangnya, Oliver menggunakan campuran selai kacang, jeruk nipis, fish sauce atau kecap ikan, asam jawa yang sudah dalam bentuk pasta, gula jawa, dan minyak zaitun. Lalu dia memblendernya sampai semua bahan saus menyatu.

Kuliner Mie Aceh, antara isu ganja, hikmah tsunami dan GAM Tempura, kudapan khas Jepang yang ternyata bukan asli dari sana

Oliver pun memperlihatkan sayuran dan bahan yang akan dimasukkannya, selain lobak mini, ada juga timun, kol merah, buah bit, tomat, kentang, bayam, tauge, telur rebus, tahu goreng, dan kerupuk. Sayuran-sayuran itu disajikan mentah. Kemudian semuanya dicampur. "Saya menyukainya. Ada banyak yang terjadi dalam satu suapan makanan. Betul-betul indah," kata Oliver di akhir klip film itu.

Bagi warganet Indonesia, apa yang dilakukan oleh Oliver itu seolah 'setara' dengan penistaan.

Warganet pun tak kehabisan saran bagi Jamie Oliver untuk membuat gado-gado dalam versi yang 'benar'.

Ada yang mengatakan bahwa sebagai makanan jalanan, gado-gado malah lebih enak ketika dibuat di tempat yang tampaknya jorok dan bahwa gado-gado yang dibuat Oliver itu adalah 'versi Barat'.

Namun ada juga warganet yang memberi tanggapan positif dan 'bangga' atas keputusan Oliver mengangkat gado-gado, dan 'memaklumi' bahwa gado-gado bisa dimodifikasi sesuai keinginan pembuatnya.

Sementara itu, muncul juga komentar soal reaksi warganet, "Gimana makanan indo mau naik kelas sama masuk list michelin star kalo kaya gini caranya :)))"

Chef Degan Septoadji, yang juga bekerja sebagai konsultan kuliner di bidang restoran dan salah satu juri di acara Masterchef Indonesia, mengatakan bahwa perdebatan soal gado-gado versi Jamie Oliver ini harus dilihat tergantung dari sudut pandangnya.

"Kalau tujuannya untuk membuat makanan kita terkenal, diketahui sama publik di luar negeri, mungkin orang seperti Jamie Oliver itu bagus. Dia terkenal, followers-nya banyak, dia mengangkat makanan Indonesia, sehingga mungkin orang melihat makanan kita. Tapi kalau melihat dari segi autentik mungkin ya kalau dibawa sama dia atau dengan chef lain, ya tidak menjadi autentik," kata Degan.

Makanan 'cuci mulut' Palestina yang dinikmati sedikit orang saja Kemasan plastik buatan Indonesia yang bisa Anda makan

"Karena kalau kita mau menjual sesuatu yang sangat autentik ya kadang-kadang di luar negeri juga nggak keterima," katanya. "Kalau orang seperti Jamie Oliver kan dia membuat sesuatu yang menurut dia enak, dan yang menurut follower atau customer atau penonton dia enak, dan bisa dibuat."

Alheira, sosis khas Portugal yang menyelamatkan ribuan nyawa

Degan membandingkan 'insiden' gado-gado ini dengan pizza yang dijual di Indonesia.

"Pizza yang dijual di Indonesia, kebanyakan pizza ala Indonesia, tapi kalau kita tanya orang Italia, apa pizza yang di Indonesia sesuai dengan yang di Italia? Kan pasti enggak. Mungkin orang Italia bisa tersinggung juga melihat pizza yang dijual di Indonesia. Rasanya pizza di Italia jauh dengan yang masyarakat kita kenal. Mungkin komentarnya mereka sama dengan komentar kita soal gado-gado (Jamie Oliver,)" ujar Degan.

Hal yang sama, menurutnya, juga terjadi pada masakan Thailand yang juga populer dan mendunia.

Dalam pengalaman Degan, makanan Thailand yang dirasakannya di Indonesia jauh dengan apa yang dia cicipi di Thailand.

"Dari segi asamnya, dari segi pedasnya, jauh berbeda. Ya karena memang di sana lebih asam dan lebih pedas. Di kita dibuat rasanya sesuai dengan selera kita," katanya.

Dari berbagai situasi itu, Degan menilai bahwa proses adaptasi dalam mengenalkan makanan asing ke suatu negara adalah hal yang sering dan pasti terjadi.

Mengapa pilih tempe untuk bisnis kuliner di London? Nasi Jamblang, kuliner Cirebon yang bertahan sejak zaman Belanda

Tapi toh, dia menegaskan, bahwa terlepas dari adaptasi rasa, orang yang memakan baik pizza ataupun sup tom yam tetap mengakui bahwa makanan tersebut masing-masing berasal dari Italia dan Thailand.

Dan dalam hal 'gado-gado' ini, jika tujuannya adalah untuk semakin mengenalkan makanan Indonesia di luar negeri, maka dengan Jamie Oliver menyebutnya sebagai makanan dari Indonesia maka ini bisa berdampak positif pada popularitas makanan Indonesia.

Degan pun memaklumi adanya modifikasi metode seperti memblender bumbu kacang dan bukan mengulek karena tidak mengenalnya atau mengubah tampilannya menjadi lebih menyegarkan karena sayuran yang tidak dikukus.

Langkah-langkah adaptasi seperti itu pun dilakukan Degan saat mengenalkan makanan Indonesia di luar negeri.

"Kalau saya bisa meyakinkan mereka untuk mencicipi, hampir semua pada suka. Tapi kalau saya buat gado-gado dari tradisional sekali, mereka agak kaget dengan penampilannya, karena pasti dicampur segala macam," katanya.

Meski mengadaptasi, Degan juga menambahkan berbagai penjelasan dan perbandingan bagaimana bentuk dan tampilan gado-gado yang 'sebenarnya'. "Dari situ kita bisa menunjukkan, bahwa gado-gado yang bumbunya diulek pasti lebih enak dari yang diblender, tapi itu informasi tambahan."

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.