Pertemanan langka napi dan sipir penjara yang bisa tertawa bersama

Media playback tidak ada di perangkat Anda

Saat sipir dan narapidana tertawa bersama di penjara

Penjara di Kenya adalah tempat bersemainya kekerasan. Bisakah sebuah eksperimen dengan pelatihan kesadaran mendekatkan para narapidana dengan sipir yang mereka benci? Merci Juma dari BBC Afrika mencari jawabannya.

Pagar penjara menjulang setinggi 2,4 meter, deretan jeruji besi hitam dengan kawat berkilau setajam silet di atasnya.

Ini adalah Penjara Naivasha GK, penjara dengan pengamanan maksimum yang terbesar di Kenya. Di penjara yang terletak di utara Nairobi ini, lebih dari 2.000 pria dipenjara seumur hidup atau sedang menunggu hukuman mati.

Saling bunuh, saling bakar sampai... ’sayang kamu semua’: Mantan tentara anak Islam dan Kristen Ambon Kisah mantan tentara anak Ambon: Bermusuhan, bersahabat dan menjadi duta damai Dilatih perang oleh pengebom Bali, Amrozi, tentara anak itu terbuka matanya setelah mendengar kisah seorang ibu

Di aula berpenerangan remang-remang, lusinan pria berseragam garis-garis duduk membentuk lingkaran yang rapi bersama beberapa penjaga berseragam hijau.

Mereka tak bersuara. Anda bisa mendengar suara nafas Anda sendiri.

"Ambil napas dalam-dalam. Tarik... hembuskan... pejamkan mata Anda," kata seorang penjaga di tengah lingkaran.

"Sadari postur Anda. Duduk tegak. Apakah Anda merasa rileks, bahu turun, wajah lemas?"

Semua mata tertutup, kecuali beberapa yang memandang ke kejauhan, ada mata yang berkabut di sana, lirikan di sini, tapi semua berkonsentrasi penuh.

"Perhatikan nafas Anda. Fokus pada momen ini," kata sipir melanjutkan. "Pikiran Anda berkelana. Tidak apa-apa. Sadari apa yang terjadi di dalam pikiran Anda, tapi segeralah kembali fokus pada pernafasan. Tarik nafas... hembuskan."

Melihat sipir "seperti saudara"

Adegan penuh kedamaian ini —sangat kontras dengan lingkungan yang keras— adalah satu dari program pelatihan kesadaran (mindfullness) di penjara ini.

Pikiran yang sadar —fokus pada momen saat ini, sambil perlahan menerima apapun perasaan, pikiran dan sensasi di kepala— konon bisa mengubah cara seseorang menghadapi pengalamannya. Latihan ini juga disebut bisa mengurangi stres dan kecemasan, membantu seseorang merelakan apa yang tak bisa mereka ubah, dan mengatur emosi mereka dengan lebih baik.

Hak atas foto BBC News Image caption Sipir dan napi bisa tertawa bersama

Banyak narapidana membenci sipir, simbol kekuasaan yang mengurung mereka. Kenya punya banyak sekali kasus pemberontakan napi terhadap penjaga, maupun kasus sipir yang menyiksa tahanan.

Program kesadaran ini bertujuan menyatukan mereka.

"Antara saya dan mereka seperti surga dan neraka. Tidak mungkin ada titik temu. Kami tak mungkin saling menatap. Saya melihat mereka sebagai pembunuh," kata Willis Opondo, narapidana yang menjalani hukuman seumur hidup karena perampokan dengan kekerasan.

"Saat ada yang mati di dalam sel, saya tinggal bersama mayat itu sampai tiga hari tanpa lapor. Sebab saya tahu penyiksaan seperti apa yang akan saya terima, meskipun saya tidak membunuh rekan satu sel saya itu," kata Willis, matanya menerawang.

Hak atas foto BBC News Image caption Sipir membakar kertas berisi perasaan negatifnya disaksikan para napi.

Sesi kesadaran telah memberikannya semacam tempat perlindungan. Dia belajar untuk melepaskan ketakutan, emosi negatif dan kesakitan, dan dia mengaku sudah menjadi orang yang berbeda dari pria yang dimasukkan ke penjara 18 tahun yang lalu.

"Hari ini, saya melihat sipir seperti saudara, pengasuh saya. Kami bisa bicara, ngobrol, kami bisa tertawa bersama. Mereka bisa memberi saya harapan. Kami tidak lagi memanggil mereka afande (tuan), kami memanggil mereka guru kami," kata dia sambil tersenyum pada sipir yang duduk di sebelahnya.

Atmosfer keputusasaan, tekanan dan agresi di banyak penjara membuat sipir rentan terkena gangguan mental, seperti gangguan stres pascatrauma.

The African Prisons Project melaporkan bahwa pada 2016 banyak penjara di Afrika yang menampung tahanan 300 persen dari kapasitasnya. 80% tahanan tak punya akses pada sistem peradilan.

Banyak penjara di Kenya dibangun pada masa kolonial, dan beberapa tak punya fasilitas rehabilitasi.

"Dia mempertemukan saya pada keluarga"

Kevin Onyango, penjaga penjara Naivasha GK, mengaku bahwa selama bertahun-tahun dia tak bisa mengontrol emosinya. Latihan menjaga kesadaran mendorong napi dan sipir mengakui kelemahannya, dengan berbagi informasi yang paling intim sekalipun.

"Seiring berjalannya waktu saya belajar cara untuk tenang, untuk mengontrol emosi," kata Kevin. "Saya belajar bahwa para napi ini manusia dulu, kemudian baru memandang mereka sebagai tahanan."

Napi Willis bercerita bahwa dia tiba di penjara saat pacarnya sedang hamil, dan dia tak tahu apakah pacarnya sudah melahirkan dengan selamat, atau apakah anaknya laki-laki atau perempuan. Tidak ada saudara pernah berkunjung.

Hak atas foto BBC News Image caption Narapidana menyemir sepatu sipir.

Selama bertahun-tahun dia merahasiakan masalahnya, sampai suatu hari, setelah sesi, dia mendekati sipir yang telah dia anggap sebagai teman.

"Saya bicara dengan dia dan memberi alamat rumah saya. Dia orang pertama yang mempertemukan keluarga saya pada saya. Dia yang membuat saya bisa melihat anak perempuan saya untuk pertama kalinya," kata Willis sambil tersenyum lebar.

Tapi refleksi dan kesadaran diri sangat jarang muncul dengan mudah. Sebagian besar peserta yang perlu banyak diyakinkan.

"Rasanya lucu dan bodoh," kata salah satu tahanan. "Saya merasa aneh. Bagaimana caranya orang hanya ambil nafas dan buang nafas saja sambil duduk diam 10 menit?"

"Awalnya saya tidak bisa fokus. Saya frustrasi. Saya sangat negatif," kata tahanan lain.

Lagu, puisi dan seni

Dari waktu ke waktu, perubahan mulai terjadi. Survei pada tahanan, Februari 2017, menunjukkan bahwa latihan telah membantu tahanan membangun ikatan yang lebih kuat dengan sesamanya, dan meningkatkan hubungan dengan keluarga di luar penjara.

Dari 140 tahanan yang disurvei, 80-90% mengaku tak terlalu merasa tertekan dan marah lagi. Banyak yang merasa lebih pemaaf, mengaku bahwa mereka terlibat di lebih sedikit konflik dan agresi, dan mengurangi penggunaan obat-obatan dan alkohol.

Matthew Mustisya, asisten komisioner yang bertanggung jawab atas Naivasha, menyatakan bahwa penjara jadi lebih mudah diatur.

"Kami merasakan berkurangnya kerusuhan dan percobaan melarikan diri. Saya bisa berjalan di dalam penjara tanpa membawa senjata. Banyak dari mereka yang jadi tidak terlalu agresif," kata dia

Tapi Mustisya mengakui juga bahwa masih banyak yang tidak mau ikut sesi.

"Kami minta mereka untuk mencoba, satu minggu saja, dan kalau itu dirasa tidak penting, mereka bebas stop. Sangat sedikit orang berhenti di tengah jalan ketika sudah setuju untuk ikut pelatihan," kata dia.

Dr Inmaculada Adarves-Yorno, pengajar studi kepemimpinan di Universitas Exeter, penggagas program di Naivasha menjelaskan bahwa penerimaan adalah salah satu dari tantangan yang paling penting dan paling sulit.

"Menerima suatu keadaan tidak sama dengan tidak mau berubah. Seorang individu bisa masih berusaha ke arah perubahan bahkan jika mereka telah ikhlas menerima siapa dan di mana mereka," demikian dia menulis di The Conversation.

Hak atas foto BBC News Image caption Penjara Kenya yang sudah terlalu penuh.

Sepanjang sesi, pengajaran disiarkan dengan beberapa cara yang berbeda, termasuk melalui lagu, puisi, seni dan afirmasi positif.

Di lantai di tengah lingkaran itu, tiga lilin berpendar.

Satu persatu peserta menulis emosi yang mereka ingin lepaskan, lalu maju ke depan, membakar kertas dan membuangnya di mangkok metal. Kata seperti kemarahan, kesedihan, dan dendam, terbakar jadi abu.

Masing-masing mengakui bahwa setiap hari adalah perjuangan.

Tapi seiring waktu berjalan, mereka berharap untuk menciptakan hubungan yang bermakna di luar warna seragam mereka. Sebagian napi mungkin tak akan pernah meninggalkan penjara, tapi setidaknya, pikiran mereka telah bebas.

Artikel ini merupakan bagian dari Program BBC #MelintasiPerbedaan #CrossingDivides

Hak atas foto BBC Sport

Melintasi Perbedaan: Berbagai cerita tentang bagaimana orang berinteraksi dalam dunia yang terpolarisasi.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.