Aceh kembali eksekusi hukum cambuk, termasuk terpidana bukan Muslim

Aceh kembali eksekusi hukum cambuk, termasuk terpidana bukan Muslim
Aceh, Syariat Islam, cambuk Hak atas foto Hidayatullah untuk BBC Indonesia Image caption Seperti eksekusi sebelumnya, hukuman cambuk dilakukan di depan umum dengan wajah pemberi hukuman cambuk yang ditutupi namun wajah terpidana tidak.

Polisi Pamong Praja Banda Aceh dan Wilayatul Hisbah -atau polisi Syariat Islam- kembali melaksanakan eksekusi hukum cambuk terhadap 10 terpidana yang melanggar Syariat Islam.

Eksekusi berlangsung usai pelaksanaan salat Jumat (19/01), di Masjid Baitussalihin, Banda Aceh, dengan disaksikan oleh masyarakat umum.

Sejumlah orang tampak memfoto para terpidana dari dekat maupun suasana pelaksanaan eksekusi yang digelar di atas sebuah panggung khusus. Sesekali terdengar teriakan 'sakit' dari para penonton yang riuh, seperti dilaporkan wartawan di Banda Aceh, Hidayatullah, untuk BBC Indonesia.

Pelaksanaan hukuman cambuk sudah beberapa kali berlangsung di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, yang menerapkan Syariat Islam sejak 2014 lalu.

Hukuman cambuk pasangan gay 'kriminalisasi', Pemprov Aceh angat bicara Pertama kalinya kaum homoseksual ditangkap di Aceh Salah satu terpidana pencambukan Aceh mengaku 'ketakutan'

Sebelumnya, hukuman cambuk juga pernah dijatuhkan antara lain pada satu pasangan gay, perempuan yang berzinah, maupun pelaku pelecehan anak.

Dalam eksekusi terbaru, dari 10 orang yang dinyatakan melanggar hukum Jinayat -atau hukum kriminalitas Islam- salah seorang diantaranya adalah umat non-Muslim, yaitu seorang pria berusia 40 tahun, JS.

Hak atas foto Hidayatullah untuk BBC Indonesia Image caption Eksekusi hukuman cambuk terbari di Banda Aceh dijatuhkan pada 10 terpidana, yang diganjar dua hingga 37 kali cambuk.

Pria yang mendapat hukuman cambuk sebanyak 36 kali terkait kasus khamar atau mabuk ini merupakan umat non-Muslim ketiga yang mendapat hukum cambuk di Aceh.

Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, menegaskan pelaksanaan hukum cambuk untuk 10 orang tersebut sudah sesuai hukum Islam yang berlaku dengan melalui berbagai proses pemeriksaan hingga divonis hukuman cambuk.

"Semua sudah diperiksa, untuk satu orang non-Muslim, dia sudah bersedia mengikuti cambuk dan sudah membuat pernyataan bahwa mau mengikuti prosedur cambuk sesuai Syariat Islam," jelasnya.

Hak atas foto Hidayatullah untuk BBC Indonesia Image caption Usai menjalani hukuman cambuk, semua terpidana langsung bebas.

Terpidana non-Muslim pertama di Aceh diganjar hukuman cambuk pada April 2016 karena menjual alkohol disusul pada bulan Maret 2017 terkait judi sabung ayam.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan WH Banda Aceh, Yusnardi, mengatakan penerapan hukuman cambuk untuk non-Muslim bersifat suka rela karena terdakwa boleh memilih untuk diadili lewat hukum Jinayat atau dengan KUHP.

"JS sudah ditanya dan diberikan pilihan untuk mengikuti hukum Jinayat atau KUHP, namun terpidana memilih untuk mengikuti hukum cambuk," tutur Yusnardi.

Dianggap merugikan, Perda Syariat Islam di Aceh diusulkan ditinjau Pelaku pelecehan anak dicambuk 120 kali di Jantho, Aceh Besar Umat muslim Banda Aceh dilarang rayakan tahun baru masehi

Enam terpidana lain yang dicambuk sebanyak dua sampai enam kali karena terkait kasus jarimah maisir (atau perjudian), yaitu NA (43), SE (30), NAS (37), IH (37), AG (44), dan MI (37).

Sedangkan cambukan sebanyak 20 sampai 37 kali untuk kasus iktilat (hubungan pasangan yang bukan muhrim) dijatuhkan pada AI (24), EMS (22), dan NSW (19).

Setelah mendapat hukuman cambuk, maka semua terpidana langsung bebas kembali.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.