Apa saja bukti pengaruh media sosial kehidupan Anda

Apa saja bukti pengaruh media sosial kehidupan Anda
Media sosial Hak atas foto Getty Images Image caption Dalam beberapa kasus, media sosial dapat meningkatkan kesejahteraan.

Apa dampak dari media sosial seperti Facebook, Twitter atau Instagram menurut sains terhadap kesehatan mental Anda.

Tiga milliar orang, sekitar 40% populasi dunia, menggunakan media sosial- kan kita menghabiskan rata-rata dua jam setiap hari untuk membagikan, menyukai, menulis cuitan dan memperbaharui perangkat ini menurut sejumlah laporan. Angka itu dirinci menjadi sekitar setengah juta cuitan dan foto Snapchat yang dibagikan setiap menit.

Dengan media sosial memiliki peran besar terhadap kehidupan kita, apakah kita dapat mengorbankan kesehatan jiwa dan kesejahteraan seperti waktu kita? Apa sesungguhya bukti yang ditemukan?

Media sosial: Ketergantungan yang 'lebih parah daripada alkohol atau narkoba' Bagaimana ponsel pintar dan media sosial mengubah umat Kristen? Persekusi media sosial 2017: korban 105 orang, beberapa orang kehilangan pekerjaan

Karena media sosial masih baru bagi kita, penemuan yang pasti sangat terbatas. Riset yang ada kebanyakan bersandar pada pelaporan diri, yang seringkali catat, dan mayoritas studi menfokuskan pada Facebook. Yang mengatakan, bahwa ini merupakan area riset yang meningkat pesat, dan petunjuk mulai bermunculan. BBC Future mengkaji penemuan sains tersebut:

STRES

Orang yang menggunakan media sosial untuk melampiaskan segalanya mulai dari layanan konsumen hingga politik, namun kelemahannya adalah seringkali umpan kita menyerupai stres yang tak ada habisnya. Pada 2015, peneliti pada Pew Research Center yang berbasis di Washington DC berupaya untuk mengetahui apakah media sosial lebih banyak menyebabkan stres dibandingkan mengurangi tekanan.

#LikeMinded

Serial khusus mengenai media sosial dan kesejahteraan.

Bulan ini BBC Future mengeksplorasi dampak media sosila terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan - dan pencarian solusi untuk kebahagiaan, pengalaman menyehatkan terhadap ruang ini. Tetap ikuti lebih banyak cerita, yang akan datang...

Bagikan tip untuk hidup bahagia dalam media sosialdengan tagar #LikeMinded pada Facebook, Twitter dan Instagram.

Dalam survei yang melibatkan 1.800 orang, perempuan disebutkan lebih mengalami stres dibandingkan laki-laki. Ditemukan Twitter menjadi "penyumbang penting" karena meningkatkan kesadaran mereka akan tekanan yang dialami orang lain.

Namun Twitter juga bertindak sebagai mekanisme penanggulangan - dan semakin banyak perempuan menggunakannya, semakin berkurang stres mereka. Efek yang sama tidak ditemukan pada pria, yang disebutkan peneliti bahwa lebih memiliki hubungan yang berjarak dengan media sosial. Secara keseluruhan para peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan media sosial terkait dengan stres "dengan tingkat yang lebih rendah".

Hak atas foto Getty Images Image caption Sejumlah studi menemukan kehadiran telepon meningkatkan komunikasi yang efektif.SUASANA HATI

Pada 2014, peneliti di Austria menemukan bahwa peserta memiliki suasana hati yang lebih rendah setelah menggunakan Facebook selama 20 menit dibandingkan mereka yang hanya mencari sesuatu di internet. Studi menunjukkan bahwa orang yang merasa seperti itu karena mereka melihat itu membuang waktu.

Suasana hati yang baik atau buruk juga menyebar antar orang di media sosial, menurut peneliti dari Universitas California, yang menilai konten emosional dari lebih satu milliar unggahan status dari lebih 100 juta pengguna Facebook antara 2009 dan 2012.

Cuaca buruk meningkatkan jumlah unggahan negatif sampai 1%, dan peneliti menemukan bahwa satu unggahan negatif seseorang di kota hujan mempengaruhi 1,3 postingan negatif lainnya dari rekan-rekan yang tinggal di kota yang panas. Berita baiknya adalah unggahan yang menyenangkan memiliki pengaruh yang lebih kuat; masing-masing menginspirasi lebih dari 1,75 unggahan yang bahagia. Apakah sebuah unggahan bahagia dapat mendorong meningkatkan suasana hati, bagaimanapun masih belum jelas.

KEGELISAHAN

Para peneliti mengkai kegelisahan yang disebabkan media sosial, ditandai dengan perasaan gelisah dan khawatir, dan susah tidur dan berkonsentrasi. Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Computers and Human Behavior menemukan bahwa orang-orang yang menggunakan tujuh atau lebih jenis media sosial dapat memiliki tiga kali atau lebih gejala kecemasan yang umum dibandingkan mereka yang hanya menggunakan 0-2 media sosial.

Penelitian itu menyebutkan, tak jelas jika dan bagaimana media sosial menyebabkan kegelisahan. Peneliti dari Universitas Babes-Bolyai di Romania menkaji penelitian yang sudah ada mengenai hunungan antara kecemasan sosial dan jejaring sosial pada 2016, dan hasilnya masih beragam. Mereka menyimpulkan bahwa penelitian harus lebih banyak dilakukan.

Hak atas foto Getty Images Image caption Social media mimics many of the rewards of games and play, which can pose an attractive lure.

Social media mimics many of the rewards of games and play, which can pose an attractive lure (Credit: Getty Images)

DEPRESI

Sementara sejumlah penelitian menemukan sebuah kaitan antara depresi dan penggunaan media sosial, penelitian baru mengenai bagaimana media sosial dapat benar-benar menjadi kekuatan untuk kebaikan.

Dua penelitian yang melibatkan lebih dari 700 siswa menemukan bahwa gejala depresi, seperti suasana hati yang rendah dan perasaan tidak berarti dan tanpa harapan, terkait dengan kualitas interaksi online. Para peneliti menemukan gejala depresi yang lebih tinggi diantara mereka yang dilaporkan memiliki lebih banyak interaksi negatif.

Sebuah studi yang serupa dilakukan pada 2016 melibatkan 1.700 orang menemukan risiko depresi dan kecemasan mencapai tiga kali lipat diantara orang-orang yang paling banyak menggunakan platform media sosial. Penyebabnya, perkiraan mereka, termasuk perundungan-siber, memiliki pandangan terdistorsi mengenai kehidupan orang lain, dan merasa seperti menghabiskan waktu di media sosial merupakan sebuah pemborosan waktu.

Presiden Obama diejek oleh anaknya, Sasha, di Snapchat Pasangan yang dibayar Rp2,7 miliar untuk berwisata selama satu tahun Selena Gomez: media sosial bukan dunia nyata

Bagaimanapun, seperti yang dieksplorasi BBC Future pada bulan ini pada sesi #LikeMinded. Saintis juga mengkaji bagaimana media sosial dapat digunakan untuk mendiagnosa depresi, yang dapat membantu orang untuk mendapatkan perawatan lebih dini. Para peneliti untuk Microsoft mensurvei 476 orang dan menganalisa profil Twitternya untuk mencari kata-kata depresif, gaya bicara, hubunga dan emosi. Dari ini, mereka mengembangkan pengklasifikasian yang dapat secara akurat memprediksi depresi sebelum menimbulkan gejala pada tjuh dari 10 kasus.

Para peneliti dari Universitas Havard dan Vermont menganalisa 166 foto orang di Instagram untuk menciptakan sebuah alat serupa dengan tahun lalu dengan tingkat keberhasilan yang sama.

TIDUR

Dulu manusia menghabiskan waktu mereka di malam hari dalam kegelapan, namun kita kita dikelilingi dengan pencahayaan buatan sepanjang siang dan malam hari. Para peneliti telah menemukan bahwa cahaya buatan ini dapat menghambat memproduksi hormon melatonin pada tubuh yang memudahkan untuk tidur. Dan Cahaya biru, yang dipancarkan layar telepon pintar dan laptop dianggap sebagai biang keladinya. Dengan kata lain, jika Anda berbaring di atas bantal pada malam hari dengan mengecek Facebook dan Twitter, tidur Anda akan gelisah.

Tahun lalu, para peneliti dari Universitas Pittsburgh bertanya pada 1.700 orang dengan rentang usia 18- sampai 30-tahun mengenai kebiasaan menggunakan media sosial dan tidur mereka. Para peneliti menemukan sebuah kaitan gangguan tidur - dan menyimpulkan cahaya biru merupakan salah satu penyebabnya. Seberapa sering mereka login, dibandingkan waktu yang dihabiskan di situs media sosial, diperkirakan merupakan penyebab dari gangguan tidur, yang menunjukkan sebuah sikap "memeriksa yang obsesif", seperti dijelaskan oleh peneliti.

Para peneliti mengatakan masalah ini dapat disebabkan oleh gairah psikologis sebelum tidur, dan cahaya terang dari perangkat kita dapat menghambat ritme sirkadian. Tetapi mereka tak dapat memastikan apakah media sosial menyebabkan gangguan tidur, atau jika mereka yang terganggu tidurnya menghabiskan waktu lebih lama di media sosial.

Hak atas foto Getty Images Image caption Salah satu waktu terburuk untuk mengakses media sosial adalah menjelang tidur.KECANDUAN

Meskipun pendapat dari sejumlah peneliti yang menyebutkan menulis cuitan mungkin lebih sulit ditolak dibandingkan dengan rokok dan alcohol, kecanduan media sosial tidak termasuk dalam diagnosa manual untuk gangguan kesehatan mental. Disebutkan, media sosial berubah lebih cepat dari yang dapat ikuti oleh para ilmuwan, jadi berbagai kelompok berupaya untuk melakukan studi perilaku kompulsif terkait dengan penggunaannya- sebagai contoh ilmuwan dari Belanda telah membuat skala mereka sendiri untuk mengidentifikasi kemungkinan kecanduan.

Dan jika kecanduan media sosial benar-benar ada, itu akan menjadi sebuah tipe kecanduan internet- dan itu tergolong merupakan sebuah gangguan. Pada 2011, Daria Kuss dan Mark Griffiths dari Universitas Nottingham Trent di Inggris telah menganalisa 43 studi sebelumnya yang mengkaji masalah tersebut, dan menyimpulkan bahwa kecanduan media sosial merupakan gangguan mental yang "mungkin" membutuhkan perawatan profesional.

Mereka menemukan bahwa penggunaan berlebihan berkaitan dengan masalah hubungan, pencapaian akademik buruk dan kurang berpartisipasi dalam komunitas yang tidak terkoneksi dengan internet, dan menemukan bahwa mereka yang lebih rentan terhadap kecanduan media sosial yaitu termasuk mereka yang memiliki ketergantungan pada alkohol, orang yang sangat tertutup, dan mereka yang menggunakan media sosial sebagai kompensasi karena kurangnya hubungan pada kehidupan nyata.

KEPERCAYAAN DIRI

Majalah perempuan dan penggunaan model dengan berat badan rendah dan foto yang diedit sejak dulu disebut mengacaukan masalah harga diri perempuan muda. Namun saat ini, media sosial dengan filter dan pencahayaan serta sudut pengambilan gambar yang cerdas, menjadi perhatian para juru kampanye dan kelompok sosial.

Situs media sosial membuat separuh para penggunanya merasa tidak puas, menurut survei yang melibatkan 1.500 orang oleh sebuah badan amal disabilitas Scope, dan separuh dari orang berusia 18-34 tahun mengatakan hal itu membuat mereka merasa tidak menarik.

Sebuah studi yang dilakukan pada 2016 lalu di Penn State University menunjukkan bahwa melihat swafoto seseorang menurunkan kepercayaan diri, karena para pengguna membandingkan diri mereka dengan foto orang yang tampak paling bahagia. Para peneliti dari Universitas Strathclyde, Universitas Ohio dan Universitas Iowa juga menemukan bahwa perempuan membandingkan dirinya secara negatif terhadap swafoto perempuan lain.

Hak atas foto Getty Images Image caption Swafoto mungkin memiliki kelemahan bagi pengguna media sosial lainnya.

Tetapi itu bukan sekedar swafoto yang dapat menurunkan kepercayaan diri. Sebuah studi 1.000 orang Swedia pengguna Facebook menemukan bahwa perempuan yang menghabiskan wkatu lebih banyak di Facebook dilaporkan merasa kurang bahagia dan percaya diri. Para peneliti menyimpulkan: "Ketika pengguna Facebook membandingkan kehidupan mereka dengan kehidupan orang lain yang tampak lebih sukses dalam karir dan memiliki hubungan yang bahagia, mereka dapat merasa bahwa kehidupan mereka kurang sukses dibandingkan dengan mereka."

Namun, salah satu studi terbatas mengisyaratkan bahwa dengan melihat profil Anda sendiri, bukan orang lain, mungkin memberikan peningkatan ego. Para peneliti dari Universitas Cornell di New York menempatkan 63 mahasiswa dalam kelompok yang berbeda. Sebagai contoh, beberapa duduk dengan cermin yang diletakkan di layar computer, sementara yang lainnya duduk di depan foto profil Facebook mereka sendiri.

Facebook telah memiliki dampak yang positif terhadap kepercayaan diri dibandingkan dengan aktivitas lain yang meningkatkan kesadaran diri. Para peneliti menjelaskan cermin dan foto-foto membuat kita membandingkan diri kita sendiri ke standar sosial, sementara melihat profil kita sendiri di Facebook mungkin meningkatkan kepercayaan diri karena lebih mudah mengendalikan bagaimana kita menampilkan diri ke dunia.

KESEJAHTERAAN

Dalam sebuah penelitian dari 2013, para peneliti menulis pesan terhadap 79 peserta lima kali dalam sehari selama 14 hari, menanyakan bagaimana perasaan merena dan bagaimana mereka menggunakan Facebook sejak pesan terakhir. Lebih banyak waktu yang dihabiskan di situs, mereka kemudian merasa lebih buruk, dan kepuasaan hidup mereka menurun seiring bertambahnya waktu.

Namun penelitian yang lain telah menemukan, bahwa bagi sejumlah orang, media sosial dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Peneliti pemasaran Jonah Berger dan Eva Buechel menemukan bahwa orang yang secara emosional tak stabil tampaknya lebih sering mengunggah emosi mereka, yang dapat membantu mereka mendapatkan dukungan dan bangkit setelah mendapatkan pengalaman yang negatif.

Pangeran Harry wawancarai Obama: bahaya medsos dan perasaan saat lengser Bagaimana gawai merusak tidur Anda Gara-gara foto tatonya menyebar, mantan bos yakuza ditangkap di Thailand

Secara keseluruhan, dampak media sosial terhadap kesejahteraan merupakan ambigu, menurut sebuah makalah yang ditulis oleh para peneliti dari Belanda pada tahun lalu. Bagaimanapun, mereka memperkirakan bahwa ada bukti yang lebih jelas mengenai dampak terhadap salah satu kelompok orang: media sosial memiliki banyak efek negative terhadap kesejahteraan bagi mereka yang secara sosial lebih terisolasi.

HUBUNGAN

Jika Anda pernah tengah berbicara dengan seorang teman yang mengecek Instagramnya melalui telepon genggamnya, Anda mungkin bertanya-tanya apa yang diperbuat media sosial terhadap hubungan. Bahkan kehadiran telepon dapat menganggu interaksi kita, terutama ketika kita berbicara mengenai sesuatu yang penting, menurut sebuah studi terbatas. Para peneliti menulis dalam Journal of Social and Personal Relationships menugaskan 34 pasangan yang tak saling kenal agar melakukan percakapan selama 10 menit mengenai sebuah peristiwa menarik yang terjadi pada mereka baru-baru ini. Masing-masing pasangannya duduk di dalam sebuah bilik, dan separuh dari mereka menaruh telepon genggamnya di atas meja.

Pemilik telepon genggam di depan mereka kurang meyakinkan ketika diminta mengingat interaksi mereka, melakukan percakapan yang kurang berarti dan dilaporkan merasa kurang dekat dengan mitra mereka dibandingkan dengan orang lainnya, yang memiliki sebuah buku catatan di atas mejannya.

Hubungan romatis juga tidak kebal. Peneliti di Universitas Guelph di Kanada melakukan survei pada 300 irang berusia 17-24 tahun pada 2009 lalu mengenai apakah ada kecemburuan ketika menggunakan Facebook, ada pertanyaan seperti, 'Seberapa besar Anda merasa cemburu setelah pasangan Anda menambah teman yang lawan jenis yang tidak dikenal?'.

Perempuan menghabiskan lebih banyak waktu di Facebook dibandingkan laki-laki, dan secara signifikan lebih merasa cemburu ketika mengaksesnya. Para peneliti menyimpulkan mereka "merasa lingkungan Facebook menciptakan perasaan tersebut dan meningkatkan kekhawatiran mengenai kualitas hubungan mereka".

Hak atas foto Getty Images Image caption Dalam salah satu survei 1.800 orang, perempuan disebutkan lebih rentan mengalami stres dibandingkan pria.IRI

Dalam sebuah studi yang melibatkan 600 orang dewasa, sekitar sepertiganya mengatakan media sosial telah membuat mereka merasakan emosi negative- kebanyakan frustasi- dan iri merupakan ssalah satu penyebab utama. Perasaan ini dipicu oleh membandingkan kehidupan mereka dengan yang lain' dan merupakan penyebab terbesar adalah foto orang lain yang bepergian. Perasaan iri hati menyebabkan sebuah "pusaran kecemburuan", di mana orang beraksi dengan iri dengan menambahkan konten serupa yang membuat mereka pada profil mereka.

Bagaimana ponsel pintar dan media sosial mengubah umat Kristen? Fatwa MUI 'mendukung' penegakan hukum dalam penggunaan negatif media sosial

Bagaimanapun, iri hati bukanlah sebuah emosi yang destruktif- hal itu seringkali membuat kita bekerja lebih keras, menurut para peneliti dari Universitas Michigan dan Universitas Wisconsin-Milwaukee. Mereka bertanya pada 380 mahasiswa untuk melihat pada foto-foto dan tulisan dari Facebook dan Twitter yang dapat "menimbulkan iri hati", termasuk unggahan tentang barang-barang mahal, bepergian untuk liburan dan bertunangan. Namun tipe iri hati yang ditemukan para peneliti merupakan "iri jinak", yang mereka sebut menyebabkan orang menjadi seseorang yang bekerja keras.

KESEPIAN

Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Preventive Medicine Amerika pada tahun lalu, mensurvei 7.000 orang yang berusia 19 sampai 32 tahun dan menemukan bahwa mereka yang menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial, memiliki risiko dua kali lipat cenderung mengalami isolasi sosial, yang meliputi kekurangan rasa kepemilikan sosial, kurang hubungan dengan sesama dan menjalani hubungan dengan berarti.

Para peneliti menyebutkan, menghabiskan waktu lebih banyak di media sosial dapat menggantikan interaksi tatap muka, dan juga dapat membuat orang merasa terasing.

"Paparan seperti penggambaran yang sangat ideal dari kehidupan rekan sebaya memunculkan perasaan iri hati dan keyakinan yang menyimpang bahwa orang lain lebih bahagia dan memiliki kehidupan yang lebih sukses, yang mungkin meningkatkan perasaan isolasi sosial. "

KESIMPULAN?

Sangat jelas di banyak area, belum cukup untuk menarik kesimpulan yang kuat. Bagaimanapun, bukti-bukti menunjukkan satu arah: media sosial mempengaruhi orang secara berbeda, tergantung pada kondisi dan kepribadian yang sudah ada sebelumnya.

Seperti makanan, judi dan banyak godaan lainnya di zaman modern, mungkin tidak disarankan penggunaan berlebihan bagi sejumlah individu. Namun disaat yang sama, bisa juga salah mengatakan bahwa media sosial secara universal merupakan sesuatu yang buruk, karena jelas hal itu membawa banyak manfaat bagi kehidupan kita.

Kita akan mengekspolasi masalah ini lebih banyak pada bulan depan, dalam sebuah seri artikel dan video dalam serial khusus kami #LikeMinded - dan berharap dapat menyedakan solusi yang dapat membuat hidup kita semuanya lebih bahagia, memiliki kehidupan digital yang sehat.

Anda bisa membaca artikel aslinya dalam Is social media bad for you the evidence and the unknowns atau artikel lain dalam BBC Future.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.